Adanya hari santri patut mendapatkan apresiasi yang positif dari berbagai pihak, pasalnya berangkat dari latar belakang historinyalah kobaran jihad dan hasrat cinta tanah air kembali bergema di seantero nusantara. Tepat pada tanggal 21 Oktober 1945, peristiwa heroik para masyayikh dari berbagai pelosok nusantara berpartisipasi aktif dalam menjaga kedaulatan NKRI, peristiwa itu masyhur dikenal dengan fatwa resolusi jihad dari KH. Hasyim Asyari. Beberapa masyayikh yang menjadi delegasi dari Kudus dalam merumuskan resolusi jihad di Surabaya, di antaranya Kyai Asnawi dan KH. Abdul Jalil.
Santri melawan lupa akan masa perjuangan dan peran para ulama dan kyai khususnya di lingkungan pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU), dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tak bisa diabaikan apalagi dihapuskan. Tanpa gaungnya Resolusi Jihad NU ini oleh para ulama dan para santri pada saat itu, mungkin kita masih terjajah oleh Sekutu yang ingin kembali menguasai Indonesia setelah berhasil mengalahkan Jepang dalam perang dunia II. Sejak masa kependudukan Jepang, aktivitas persiapan perang (resolusi jihad) sudah dilakukan. Bagi kalangan pesantren telah masyhur dengan Laskar Hizbullah (kader-kader pesantren) dan Laskar Sabilillah (para kiai dan ulama). Kini, para ulama sebagai pewaris perjuangan Nabi sudah seyogyanya dilanjutkan oleh para santri, karena kedaulatan NKRI adalah harga mati sebagai wujud cinta tanah air.
Sebagai bentuk rasa syukur atas kemerdekaan yang diperjuangkan para ulama terdahulu, maka tepat pada tanggal 22 Oktober 2016, para santri TBS turut andil dalam memeriahkan hari santri nasional yang dilaksanakan di Alun-alun Simpang Tujuh dan di sekolah MA TBS NU. Meski sempat lembaran langit menjatuhkan bulir air dengan perlahan, para santri TBS tidak surut langkahnya dalam mengikuti upacara yang digelar di halaman sekolah MA NU TBS. Hujan itu berhenti seketika ketika para santri telah memenuhi halaman sekolah, kemudian upacara pun berlangsung hikmat dan penuh semangat setelah mendapat siraman nasihat laksa embun yang menyejukkan dan menggugah hati oleh ustadz Noor Chamim, LC. Dengan berkobar penuh semangat sebagaimana Bung Tomo saat berpidato di Surabaya, “Jangan menjadi tamu di rumah sendiri! Kemerdekaan dan kedaulatan NKRI di tangan dan pundak para santri! ”
Lebih lanjut, “menjadi santri garda depan adalah dengan cara menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, jihad intelektual dan fisik merupakan tanggung jawab santri yang harus dijalankan dalam memajukan nusantara dan menjaga keutuhan NKRI” tutupnya.
Wallahu a’lam bis-showwab.. [ZU]